Tags

JUAL BELI MUQAYADHAH

Oleh
Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy

Ibnu Manzhur rahimahullah berkata, “قَـابَضَ مُقَايَضَة, yaitu apabila seseorang memberikan barang kepada orang lain, lalu ia mengambil barang yang lain dari orang tersebut sebagai gantinya. Ataupun ia menjual satu kuda dengan dua kuda, dan mereka (para ahli bahasa) berkata,اَلْـقَيْـضُ artinya اَلْعَوْضُ, yaitu pengganti.”

Jual beli muqayadhah ialah menjual barang yang sudah jelas dengan barang yang juga sudah jelas.

Misalnya: Anda memberikan baju atau pakaian kepada seseorang, lalu Anda mengambil ‘aba-ah (pakaian lebar) atau mengambil kurma dari orang tersebut sebagai gantinya atau Anda mengambil pakaian yang sejenis darinya sebagai ganti. Demikianlah cara melakukan jual beli muqayadhah dan itu dilakukan tanpa membayar dengan uang.

Jual beli muqayadhah hukumnya boleh, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah menjual unta dari unta-unta shadaqah dengan dua unta.

Sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkannya untuk mempersiapkan pasukan, lalu unta-unta muda (yang digunakan untuk pasukan) telah habis, lalu beliau menyuruhnya untuk mengambil satu unta dari unta shadaqah dan membayarnya dengan dua unta.

JUAL BELI MURATHALAH
Jual beli murathalah sebagaimana yang didefinisikan oleh para ulama ialah menjual mata uang dengan yang semisalnya. Seperti (mata uang) perak dengan perak atau emas dengan emas.

Jual beli ini hukumnya boleh dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Timbangannya harus sama.

2. Masing-masing dari kedua belah pihak harus menerima barangnya secara langsung dengan berhadapan muka.

3. Tidak boleh menunda transaksi di dalamnya.

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَالْفِضَّةَ بِالْفِضَّةِ إِلاَّ سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ وَالْفِضَّةَ بِالذَّهَبِ كَيْفَ شِئْتُمْ.

“Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali harus sama (ukuran keduanya), dan janganlah kalian menjual perak dengan perak kecuali harus sama (ukuran keduanya). Dan juallah emas dengan perak dan perak dengan emas bagaimana saja yang kalian inginkan…”

JUAL BELI SHARF (VALUTA ASING/MONEY CHANGER)
Sharf secara bahasa artinya tambahan.
Adapun pengertiannya secara syar’i ialah menjual mata uang dengan mata uang yang lain, seperti menjual emas dengan perak, dan masuk dalam pengertian jual beli ini semua mata uang yang dikenal pada masa sekarang ini. Sharf diambil dari kata ash-Sharriif yaitu suara mata uang logam saat berada dalam timbangan.

Syarat-syarat sahnya jual beli valuta asing
1. Adanya taqaabudh, yaitu kedua belah pihak harus melakukan transaksi secara langsung pada tempat akad sebelum berpisah.

2. Kadar atau ukurannya harus sama.

3. Tidak ada hak khiyar (menentukan pilihan lebih tinggi atau lebih rendah)

Yang dimaksud dengan taqaabudh ialah kedua belah pihak harus bertransaksi (menerima barang) secara langsung sebelum keduanya berpisah, untuk mencegah terjadinya riba nasi-ah.

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh jama’ah (Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, at-Tirmidzi, dan an-Nasa-i) dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ، وَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ.

“Emas (harus dijual) dengan emas, perak dengan perak, gandum yang sudah dikupas dengan gandum yang sudah dikupas, gandum yang masih berkulit dengan gandum yang masih berkulit, kurma dengan kurma, garam dengan garam, (namun) semuanya harus sama ukurannya dan harus berhadapan muka (transaksi harus dilakukan dengan langsung). Apabila jenisnya berbeda (seperti menjual emas dengan perak), maka berjual belilah sebagaimana yang kalian kehendaki apabila dilakukan dengan saling berhadapan muka.”

Yang dimaksud dengan syarat kedua (kadarnya harus sama), ialah apabila satu jenis dijual dengan jenis yang sama seperti emas dijual dengan emas atau perak dijual dengan perak, sehingga adanya tamatsul (kesamaan kadar) disyaratkan dalam jual beli ini, karena jual beli seperti ini tidak boleh dilakukan kecuali jika kadarnya sama dan timbangannya pun sama.

Adapun mata uang-mata uang yang ada pada saat ini seperti Riyal, Dinar dan Junaih ataupun yang lainnya, maka ini bertingkat-tingkat sesuai dengan harga tukarnya.

Misalnya, Riyal ditukar dengan harga yang lebih sedikit atau lebih banyak dari mata uang lainnya dengan syarat pembeli menerima barang secara langsung di tempat transaksi (qabadh).

Dan tidak boleh memberi syarat khiyar antara dua orang yang bertransaksi dalam jual beli ini, karena sudah ada qabadh yang merupakan syarat mutlak sahnya jual beli ini.

[Disalin dari Kitab Al-Buyuu’: Al-Jaa-izu minhaa wa Mamnuu’ Penulis Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, Judul dalam Bahasa Indonesia Jual Beli Yang Dibolehkan Dan Yang Dilarang, Penerjemah Ruslan Nurhadi, Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Pertama Muharram 1427 H – Februari 2006 M]

Sumber : Disini